Hunian Warga Miskin yang penuh Cinta dibangun dengan Kasih
"Aah.. kapan ya pemerintah bisa membangun rumah yang layak seperti ini ?" tanggap dua orang dari enam warga penghuni Rumah Susun Cinta Kasih yang di temui pada hari Kamis 24 Desember 2009. Rumah Susun Cinta Kasih hunian berlantai lima yang dibangun oleh Yayasan Buddha Tzu Chi (YBTC) di kawasan Cengkareng, tepatnya di Kelurahan Cengkareng Timur. Penghuni rumah susun Cinta Kasih adalah warga negri ini korban penggusuran dari Kampung Gusti dan Teluk Gong. Sebelumnya warga rusun Cinta Kasih ini mengokupasi lahan milik negara dengan bangunan darurat, yang tidak memenuhi standar keamanan dan kesehatan, sanitasi buruk, sarana sosial yang tidak layak. Proses penggusuran yang seringkali ditingkahi kericuhan dengan petugas Tramtib, bahkan membuat sengsara kaum urban ini yang akhirnya pun menyelusup ke perkampungan kumuh atau perumahan liar di kawasan yang lain. Hanya menyelesaikan 'luka', tidak pernah menyembuhkan 'penyakit' sesungguhnya di kota-kota besar seperti Jakarta.



Meski selasar tersebut menjadi 'ruang publik', tetapi cukup mengagumkan kebersihan tetap terjaga. Inilah bagian dari buah pemberdayaan warga.
Selain pemberdayaan warga, aspek lain yang sangat membantu warga miskin ini ialah pendekatan yang holistik. Dua aspek utama yang selalu menjadi persoalan warga miskin ialah: pendidikan dan kesehatan. Pengelola menyediakan fasilitas pendidikan mulai dari TK, SD, SMP dan SMU. Iuran pendidikan yang sangat terjangkau kemampuan warga yang bekerja di sektor informal ini. Mutu pendidikan pun tidak kalah dibandingkan dengan sekolah ternama di Jakarta. Desain kurikulum memang menggunakan rujukan sekolah unggulan. Bahkan sekolah Buddha Tzu Chi memperkenalkan bahasa Mandarin untuk siswa SMP dan SMU. Begitu juga dengan pelayanan kesehatan warga. Pihak YBTC menyediakan polikinik yang standarnya sudah seperti rumah sakit umum. Biaya pun sangat murah. Salah satu kekuatiran terjadinya pengalihan kepemilikan di rumah akan terjadi di rumah susun Cinta Kasih. Pihak pengelola memberlakukan ketentuan untuk perpanjangan kontrak sewa hunian setiap dua tahun. Baik penghuni asal yang menyewakan atau mengalihkan hak hunian, maupun penghuni yang menyewa menerima sanksi harus keluar dari rumah susun.
Menjadi penghuni Rumah Susun Cinta Kasih memang tidak gratis. Walaupun mereka tidak perlu membayar 'uang muka', tetapi harus membayar iuran pengelolaan lingkungan sebesar Rp. 90 ribu perbulan, iuran listrik dan air minum sesuai dengan penggunaan setiap rumah tangga. Pada tahun pertama (2003) sampai tahun kedua pembayaran ditalangi pengelola yang dapat diangsur kemudian setelah memiliki pendapatan, bahkan beberapa warga dibebaskan. Warga gusuran yang nafkahnya sangat bergantung pada lokasi tempat tinggalnya, memang sempat kehilangan mata pencaharian sehari-hari. Pihak YBTC juga melaksanakan pelatihan ketrampilan dalam rangka pemberdayaan ekonomi warga. Melakukan 'channeling' dengan beberapa perusahaan melaksanakan kegiatan outsourcing yang bisa dilakukan warga rusun Cinta Kasih. Banyak juga warga rumah susun ini yang menjadi lebih mandiri. Dengan berkurangnya pengeluaran bulanan (kesehatan dan pendidikan), kemudian sanggup menyisihkan pendapatannya, dan akhirnya mampu membeli rumah sederhana pindah dari rumah susun Cinta Kasih.

Fakta inilah yang meragukan warga, bahwa warga gusuran menyangsikan kemampuan pemerintah untuk menyediakan hunian sebaik yang mereka nikmati sekarang ini. Perbedaan tampilan bangunan yang terkesan semrawut, tidak ada perawatan sehingga boleh dikatakan "bangunan kumuh".
![]() |
![]() |
perlu penyadaran warga |
Menyediakan dan membangun rumah susun tidak sekedar mendaftarkan peminat dan menempatkan pada setiap unit atau blok hunian. Komunitas rumah susun harus disiapkan, penghuni harus berpartisipasi untuk mengenal "budaya hidup dirumah susun".
Melalui pemberdayaan, warga diajak untuk membangun pengertian bersama sehingga mampu mengambil keputusan untuk menentukan ketentuan maupun aturan yang menjamin ketertiban bermasyarakat di rumah susun. Jika warga gusuran yang seringkali dikonotasikan: masyarakat berpenghasilan sangat rendah, kurang berpendidikan, berperilaku buruk; ternyata mampu dan berhasil membuktikan dalam tempo enam tahun sebagian sudah berdaya, bahkan mandiri. Seharusnya ini menjadi pembelajaran baik (good practices) untuk pembangunan rusunawa maupun rusunami, atau program rumah susun sewa bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pasti bisa. ! (@24des2009).
______________________________
Kata-kata kunci: pemberdayaan, penyadaran warga sebagai penghuni yang bertanggung jawab, tata tertib penghuni, perencanaan holistik, penyediaan kebutuhan dasar warga.
Wassalam,
Ibnu Taufan
0816-940978 I Planner ; Community Development
Ibnu Taufan
0816-940978 I Planner ; Community Development