9 sd 14 Juli 2003
Ibnu Taufan, KM-Nasional
Dalam rangka pemantauan dan supervisi pelaksanaan PPK, telah dikunjungi lapangan ke Propinsi NTB (kab.Lombok Barat, kab.Lombok Tengah) dan Provinsi Bali (kab.Tabanan dan kab. Buleleng). Daftar kec dan desa yang dikunjungi, serta pejabat dan pelaku PPK yang ditemui terlampir. Kujungan ke Provinsi NTB, juga diselingi dengan pertemuan konsultatif manajemen PPK antara Task Team Leader PPK-WB, Pimpro Pembinaan PPK dan TL-KMNasional. Mr. Victor Bottini selaku Task Team Leader PPK-WB sedang memimpin staf konsultan Bank Dunia yang terlibat dalam pengelolaan PPK sedang mengadakan "retreat" di Provinsi NTB sejak 7 Juli 2003.
Tingkat kemajuan kegiatan di Provinsi NTB umumnya pada tahap Penggalian Gagasan, sedangkan di Provinsi Bali umumnya sedang malaksanakan Pelatihan FD. Beberapa temuan dan masukan dari pelaku PPK di lapangan, yg patut jadi perhatian, antara lain:
Tingkat partisipasi. -- Tingkat kehadiran pada pertemuan tingkat desa maupun kecamatan cukup tinggi, antara 50-80 orang. Tingkat kehadiran perempuan juga sangat tinggi, sekitar 30-40 orang.
Transparansi. -- Transparansi pun sangat menggembirakan. Papan informasi mulai dipergunakan utk pengumuman kegiatan PPK. Memang manfaatnya masih perlu dicermati, karena dilaporkan banyak warga yg mempunyai waktu luang hanya malam hari.
Kemampuan Pelaku PPK. -- PL dan FD yang ditemui cukup banyak yang memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang relatif memadai. Bahkan beberapa orang berpendidikan S-1. Pemahaman thd aspek pemberdayaan masyarakat cukup membesarkan hati. Beberapa FD terpilih adalah pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM, pengganti LKMD). Walaupun banyak komentar terhadap insentif FD yang relatif kecil, tetapi semangat pengabdian menjadi pertimbangan untuk mengemban tugas tersebut.
Materi Pelatihan FD. -- FD yang ditemui memberikan komentar yg patut dicermati bahwa materi/modul utk pembekalan terlalu teknis, banyak yg kurang relevan dgn misi utama FD untuk memfasilitasi pemberdayaan masyarakat. Selain itu, waktu pelatihan perlu dilaksanakan bertahap, disesuaikan dengan tahapan kegiatan PPK. Misalnya, aspek teknis prasarana akan lebih bermanfaat pada tahap kegiatan perencanaan.
Dukungan Pemkab. -- Sebagai lokasi (propinsi) baru, perhatian dan dukungan pemeritah daerah patut dipuji. Beberapa kab mengalokasikan APBD untuk dana BLM. Bahkan Pemkab Lombok Barat, mengalokasikan dana AP kira-kira 8% dari alokasi dana PPK dan tiap kecamatan memperoleh dana operasional sebesar 10 juta rupiah. Serta akan diberikan insentif transport untuk setiap FD di Kab. Lombok Barat.
Potensi Pokmas. -- Lembaga Keuangan Mikro yang ada (yang antara lain berasal dari NTA-DP, P4K) di Kab. Lobar (Prov.NTB) oleh masyarakat dinilai tidak layak untuk mengelola kegiatan usaha ekonomi produktif. Pengurus banyak didominasi olekh elit/ tokoh masyarakat, disertai praktek "moral hazard" yg terjadi. Konsultan harus mengintensifkan sosialisasi dan pendampingan agar masyarakat memperoleh informasi lebih banyak sehingga lebih selektif dalam pengambilan keputusan. Lain halnya di Provinsi Bali, LPD (Lembaga Perkreditan Desa) yang ''berbasiskan (desa) adat'' sehingga ikatan sosial dan sanksi sosial (adat) jauh lebih kuat. Meskipun begitu, ada beberapa LPD memang belum layak untuk mengelola dana karena adanya kesalahan manajemen. LPD dibentuk tahun 1984 dengan SK Gubernur No.972/1984 diseluruh desa adat (pakeraman) dan BPD Bali ditunjuk sebagai pembina dan pengawas LPD.
Tumpang tindih PPK dengan P2KP. -- Beberapa lokasi (desa) PPK juga menerima alokasi dana P2KP. Kebijakan Pemkab dengan surat Ketua Bappeda, menegaskan bahwa lokasi tsb tidak boleh mengikuti proses PPK. Seyogyanya keputusan dilaksanakan oleh masyarakat melalui forum musyawarah yang ada (MD, MAD).
No comments:
Post a Comment