Monday, April 21, 2008

Ke jazirah Moloku Kie Raha ..

Ternate .....


Rabu, Januari 23, 2008.  Dinihari menjelang subuh, dengan rasa kantuk yang masih mem-beratkan mata dan pikiran, persiapan untuk menuju bandara sudah dimulai sejak pukul 03.30 wib... masih perlu 45 sd 60 menit perjalanan ke bandara. Syukurlah, isteri saya tercinta; Cherry, ternyata meski selalu was-was yang sering meliputinya, berhasil juga meninggalkan ketiga puteri yang begitu setia melayani Ayahnya. Bahkan pada dinihari yang sesungguhnya lebih nikmat berada dibalik selimut ini, dengan ikhlas mereka mengantarkan saya ke bandara. Mereka menolak keinginan saya untuk menggunakan taksi. Pukul 04.50 wib, bertolak dari rumah, dan persis pukul 05.30 saya sudah berada dalam antrian check-in fligt 602. Prosesi administrasi penerbangan sekitar 15 menit, sehingga saya punya waktu lumayan banyak menunggu saat boarding yang dijanjikan pada pukul 06.35.. Alhamdulillah, janji dipenuhi, meski terlambat lima menit, pukul 06.45 sudah berada di seat no 24E pesawat Boeing 737-300.. dan benar memuaskan karena persis pukul 07.00 pesawat sudah take off. 

Semua kursi terisi, sehingga tidak leluasa untuk menggerakkan kaki yang mulai kaku “melawan” gravitasi. Apalagi dipenuhi cabin luggage penumpang sehingga back packer saya yang berisi laptop dan kamera nikon terpaksa harus menempati ruang bawah kursi depan sehingga menghalangi gerak bebas kaki. Posisi di 24E pun sudah diokupasi seorang ibu, sehingga saya terpaksa bertengger di 24D. Penasaran ingin mengabadikan gumpalan awan ketika lepas landas, atau saat landing di Makassar atau Manado pun urung dilakukan. Alhasil, sesak yang ditingkahi rasa pegal dan mata yang mengantuk, sayup purser dan pilot menyapa penumpang, disertai informasi bahwa pesawat akan terbang pada ketinggian 31.000 feet. Pramugari melanjutkan ritual panduannya kepada penumpang, mengenai keselamatan penerbangan, permintaan untuk do not activate your cellular phone, petunjuk baju pelampung, emergency doors dan sebagainya. Hanya bertahan lima menit, rupanya saya sudah terkapar diserang kantuk yang sangat hebat. Sempat terjaga ketika dibangunkan pramugari yang menawarkan omelete untuk breakfast on the air. Lumayan nikmat. Sarapan tandas dalam 15 menit, dan lagi-lagi rasa kantuk tidak kompromi mengajak saya lelap selama mengudara menuju Makassar.


Pukul 09.40 wib atau 10.40 wita, sayup-sayup terdengar announcement bahwa beberapa saat lagi flight 602 ini akan mendarat di bandara Sultan Hassanudin, Makassar. Penumpang harus menegakkan sandaran kursi dan melipat meja didepan tempat duduknya, fasten seat belt ... dan tepat pukul 10.40 pesawat mendarat di bandara terbesar di Indonesia Timur ini .. Pramugari mengumumkan karena alasan waktu, penumpang transit diminta tetap on board , pesawat menurunkan penumpang tujuan Makassar dan mengisi bahan bakar selama 20 menit. Alamak, kali ini tidak sempat meluruskan otot kaki yang kaku dan kelenjar-kelenjar yang mengental sejak dinihari.

Syukurlah ketika jarum jam menunjuk 11.00 suara bariton purser mengucapkan selamat datang kepada penumpang yang naik dari Makassar menuju Manado. Katanya lagi, pesawat akan terbang pada ketinggian 30.000 feet dan penerbangan ke Manado akan ditempuh dalam 1 jam 40 menit, dan estimated arrival time 12.40 waktu Manado atau WITA (waktu Indonesia Tengah). Wah luar biasa pikir saya, janji ini sama dengan yang tertera pada e-ticket yang ditangan saya ini. Pramugari melanjutkan informasi bahwa pesawat ini bebas rokok, diikuti dengan ritual petunjuk kepada penumpang tentang keselamatan penerbangan, permintaan untuk do not activate your cellular phone, petunjuk baju pelampung, emergency doors dan sebagainya..

Belum lunas rasa kantuk, dua pramugari sambil mendorong trolley menawarkan lunch dengan pilhan ikan atau ayam. Dengan sedikit perasaan enggan, dalam tempo 15 menit makan siang yang hambar bersama apple juice sudah selesai ditunaikan.. siap2 untuk melanjutkan “perlawanan” terhadap rasa kantuk yang masih menggelantung dikedua mata. Luarbiasa seperti janjinya, ketika pramugari mengumumkan beberapa saat lagi pesawat akan sampai pada tujuan perjalanan dan tepat pukul 12.45 flight 602 mendarat di Bumi Kawanua, Manado.

Prosesi bongkar bagasi sekitar 15 menit, sehingga sekitar pukul 13.00 saya sudah memasuki counter keberangkatan bandara Manado untuk check in penerbangan ke Ternate dengan Lion Air, flight IW 1174 yang dijadwalkan 11.40 wit. Aha.., didepan counter Lion Air/Wings Air tampak wajah yang tidak asing, Rusihan sepupu saya bersama rombongannya. Rupanya Rusihan pun akan ke Ternate untuk survai lokasi pertambangan di Wayambe, Kabupaten Halmahera Timur. Rusihan bersama rombongan seharusnya dengan flight IW 1172 sudah take off pukul 11.00, tetapi pesawat baru lepas landas pukul 12.00. Dan perkiraannya IW 1174 baru akan berangkat esok siang, Kamis 24 Pebruari.

Separuh penasaran, dilanjutkan saja antrian check in counter untuk flight IW 1174 yang dijadwalkan 14.30 WITA ... ground steward yang berparas dan logat Kawanua yang kental menawarkan untuk ikut dalam flight IW 1172.. so pasti dengan sukacita saya langsung setuju dan saya pun terdaftar dalam manifest IW 1172 yang akan berangkat 14.00 WITA. Alhamdulillah perjalanan ke the birth place yang terkahir tahun 2003, lancar tanpa kendali. Dengan rasa puas yang menggelegak saya pun menuju departure lounge, setelah melewati airport tax booth dan membayar airport tax sebesar Rp.8.000.-

Pukul 13.45 WITA loudspeaker bandara yang sember memanggil penumpang IW 1172 untuk memasuki anjungan berangkat. Luarbiasa juga, persis pukul 14.00 WITA pesawat DASH seri 800 yang nyaris kondisinya seperti bus PPD yang malu-malu bersaing dengan busway di kepadatan lalulintas Jakarta. Untunglah kondisi pesawat yang ringkih begitu tidak sempat jadi pikiran karena air steward yang cantik dalam balutan baju dan celana panjang merah menyala lebih menarik jadi perhatian. Selepas menyampaikan ritual tertib selama penerbangan, keduanya membagikan air mineral gelas .. benar2 air mineral dalam gelas 200 cc yang dalam 5-6 sedotan sudah ludes. Air steward dengan lesung pipi menyampaikan maklumat bahwa penerbangann akan ditempuh dalam 40 mmenit, pada ketinggian 14.500 kaki, dan diperkirakan akan tiba di bandara Sultan Baabullah, Ternate pada pukul 15.45 WIT.

Seperti pada penerbangan dari Jakarta, kursi saya berada pada posisi gang atau aisle, jadi tidak dapat menikmati keindahan gugusan pulau-pulau di tenggara Halmahera, dan hanya samar2 dari celah ketiak penumpang sebelah saya untuk melihat puncak gunung Gamalama yang garang, dan gunung Maitara yang bersebelahan dengan pulau Tidore... indah sekali..! Semua rasa lelah seperti terenggut dari tubuh menyaksikan panorama laut, gugus kecil pulau disekitar Ternate dan Tidore. Memasuki zona landing terhampar kawasan terbangun kota Ternate. Padat dan satu-dua bangunan baru diantara mozaik rumah-rumah beratap seng.

Selang lima menit, semua penumpang menuruni tangga menunggu bus yang akan membawa ke terminal penumpang. Pada landas parkir bandara sebuah pesawat jet ukuran kecil yang lambungnya bertengger tulisan “Unites States of America” dengan benderanya yang tampak congkak. Di bagian barat sebuah pesawat Fokker 100 Merpati Airlines juga baru saja diitinggalkan penumpang terakhir..

Di bandar udara yang nyaris tidak berubah dalam sembilan tahun terakhir ini, sahabat saya, Hankam Rajilun, yang dipercaya menjadi “komandan” lebih dari 50 fasilitator di kecamatan dan kabupaten, sudah menunggu dengan senyum menawan diatas kumisnya yang lebat. Khas wajah orang2 dari timur Indonesia. Menunggu bagasi sekitar 15 menit, dan bertukar sapa dengan rombongan sepupu saya Rusihan, sekitar pukul 16.15 WIT kami meninggalkan halaman bandara.

Akh... kota kecil yang luasnya sekitar 42 km2, dikurangi dengan sebagian lahannya yang ‘menyangga’ Gunung Gamalama, dipenuhi dengan bangunan dan rumah tinggal dengan kerapatan yang cukup tinggi. Arus lalu lintas pun cukup padat, kecepatan minibus Suzuki van APV yang kami tumpangi, hanya mampu melesat rata-rata 30 km/jam. Langsung menuju Hotel Ayu Lestari yang menjadi tempat pelatihan pratugas fasilitator. Sekitar pukul 16.40 saya sudah berada di ruang kelas yang pengap dan panas. Ada 16 orang fasilitator yang sedang menyimak penjelasan pelatih... seperti lazimnya, karena saya datang dari “pusat” selalu mendapt kehormatan untuk diperkenalkan, dan tentu sekaligus diminta untuk menyampaikan “sepatah-dua” kata atau pesan-pesan. Agak sulit menghindar dari basa-basi pelatihan ini, saya pun memperkenalkan diri seraya “menyambut selamat bergabung” dan mengharapkan mereka sebagai “ujung tombak program” dapat memberikan yang terbaik.. mengingatkan credo fasilitator: ‘datangi masyarakat, tinggallah bersama mereka, dengarkan suara mereka, belajar bersama mereka..dan bantulah masyarakat’. Dengan menekankan kembali pentingnya peran fasilitator saya meminta mereka untuk bekerja dengan hati dan akal sehat. Agar mereka ikhlas membantu mewujudkan mimpi saudara2 kita yang masih miskin itu. Dan, salam selamat datang itu saya akhiri.

Setelah berbincang dengan beberapa pelatih yang umumnya adalah fasilitator di tingkat kabupaten. Mendengarkan kesulitan mempersiapkan pelatihan dalam tempo yang cukup singkat, terbersit semangat yang ikhlas mereka untuk menghasilkan yang terbaik.

Memasuki maghrib, saya bersama “panglima para fasilitator Maluku Utara” menuju Hotel Amara. Hotel paling baru yang baru saja “soft launching” dengan harga promo. Subhannallahu, hotel itu bukan cuma baru, tetapi juga megah dan mewah. Bangunan modern dengan arsitektur “gaya minimalis” yang sangat menonjol di kawasan Kalumpang. Bangunan megah dengan latar belakang Gunung Gamalama dan pandangan ke laut lepas. Sungguh menawan dan membuat saya takjub, tidak terbayangkan lima atau sepuluh tahun yang lalu ketika PPK mulai beroperasi di Maluku Utara yang saat itu statusnya masih kabupaten. 


Luar biasa ! Sambil menye-lesaikan check in, saya mendapat penjelasan dari front office staff, bahwa hotel Amara punya 280 rooms. Sayang sekali belum bisa diperoleh leaflet atau brosur yang bisa menjelaskan dengan rinci berapa kamar dengan tipe suite atau deluxe. Urusan check in selesai, bell boy yang masih kikuk mengantarkan saya ke kamar 2317. Rupanya saya dipilihkan kamar yang sea view. Asyik sekali saat menggeser tirai jendela langsung menghadap ke arah Gunung Maitara dan Kepulauan Tidore di kejauhan. Meski temaram maghrib sedang bergerak menjelang malam, masih terlihat panorama yang amat indah. Kamar yang masih baru, dengan perlengkapan yang masih kuat aroma “brand new”, dengan AC central yang sejuk nyaman... merasakan kemewahan ini nyaris membuat saya lupa sedang berada di provinsi yang baru berusia enam tahun, yang hampir separuh penduduknya masih tergolong RTM...

Malam pertama, Rabu 23 Januari 2008, di Ternate saya nikmati dengan membaca "Business Week" dan “Sang Pemimpi”. Yang terakhir ini, tetralogi lantunan kisah kehidupan orang Melayu di Belitong. Kepenatan yang melampui batas dan kurangnya jatah waktu tidur tidak mampu membuat tidur menjadi nyenyak. Sekali pun berada di atas kasur latex yang empuk dari hotel four stars. Lewat pukul 01.00 WIB atau pukul 03.00 WIT masih belum bisa memejamkan mata memasuki alam tidur.

Kamis, Januari 24, 2008. Memulai pagi dengan tidak terlalu bugar karena tidur yang kurang sempurna. Menjelang pukul 06.00 WIT, aktifitas pertama dimulai dengan memandang lansekap kota Ternate. Dikejauhan puncak ketiga gunung gagah menantang.

Air dari shower yang mengguyur badan pagi ini, membuat lebih segar dan bugar. Sesaat kemudian Element Resto di lantai satu untuk “ba’alas” alias sarapan pagi menurut bahasa sehari-hari di Ternate. Breakfast yang standar dan taste pun standar, tapi lumayan juga omelete yang dipesan di chef corner.

Ketika menunggu jemputan, masuk SMS dari staf khusus Pjs. Gubernur Maluku Utara, Mas Sigit Pujianto, yang minta bertemu di kantor Gubernur. Sekitar pukul 09.00 dari hotel meluncur ke kantor Gubernur di Jl. Pahlawan Revolusi. Sekitar dua puluh menit kami sudah memasuki halaman kantor gubernur. Disana sudah berjaga-jaga satuan polisi yang dilengkapi tameng anti huru-hara. Rupanya ada unjuk rasa menolak keputusan MA terhadap pembatalan keputusan KPUD hasil PILGUB yang telah menetapkan salah satu calon terpilih. Beberapa saat kemudian terdengar suara gaduh dari loudspeaker yang berada di atas truck fuso. Truck berhenti persis di pintu gerbang kantor gubernur. Saya dan Hankam sudah berada di halaman kantor gubernur. Sekitar 10-an orang berada diatas truck dan belasan lainnya berkerumun di depan gerbang. Karena pengaruh megaphone yang dibawa salah satu pengunjuk rasa, mulailah kerumunan massa yang melintas kantor gubernur. Seperti biasa dengan nada cepat pembicara dari pengunjuk rasa menyampaikan kecaman kepada penjabat gubernur, menolak keputusan MA, mengumbar patriotisme demokrasinya dan sumpah serapah lainnya ...

Kami, saya dan Hankam bersama mas Sigit sepakat untuk menunda pertemuan karen gaduhnya suara pengunjuk rasa .. dan diminta untuk bertemu di rumah dinas gubernur di sekitar Kalumpang. Menjelang pukul 12.00, ketika matahari tegak dan memancarkan panas yang menyengat kami bergegas menuju kantor korprov di Sulamadaha.

(to be contoinued)