Wednesday, September 08, 2010

Paradox di Penghujung Ramadhan



Pada penghujung Ramadhan ini, seperti Ramadhan lainnya, mencuatkan paradox yang menarik.

Paradox pertama. Ketika petuah ulama dan anjuran alhadis, untuk mengisi sepertiga Ramadhan dengan lebih banyak menunaikan ibadah qiyam, bahkan melakukan iti'kaf untuk menantikan rahmat Allah dengan takaran seribu bulan. Ternyata godaan duniawi dan syahwat pujian mengajak banyak orang menghabiskan pendapatan dan simpanannya di mal, boutique, exclusive stores, chain shop, gallery ... thawaf dari satu mal ke mal yang lainnya yang semakin mewah. Tawaran menyenangkan, midnite sale, rabat dan potongan harga, sejenak membuai akal sehat dan juga iman ....

Jakarta, boleh jadi pusat-pusat urban lainnya, semakin lengang ditinggalkan sebagian penghuninya ... Kepadatan lalu lintas menurun di beberapa ruas jalan, --kecuali di/ke pusat belanja dan mal yang membuka gerainya hingga tengah malam--,  pokoknya melegakan pengguna jalan yang sepanjang lebih sebelas bulan harus extra sabar atau menjadi pemberang ...

Tetapi di beberapa sudut kota, hadir fenomena menarik ..." orang-orang gerobak" menempati lapak-lapak kosong dekat taman atau tepian jalan. Orang-orang gerobak ini seringkali terdiri sepasang ibu-bapak, kadang anak2 balita pun dibawa serta.  Di sekitar kawasan perumahan mewah di selatan Jakarta, sudah beberapa hari dipenghujung Ramadhan ini terlihat kelompok orang-orang gerobak menyelinap dirimbun pepohonan.  Inilah paradox Ramadhan, sebagian warga kota bergegas hanyut dalam arus mudik menggunakan airline, kereta api, bus, travel,  angkutan yang disewa secara urunan, angkutan gratis yang disediakan berbagai produk massal, angkutan pribadi, sepeda motor yang makin menggila jumlahnya, bahkan dengan bajaj ... Dan, seperti arus berlawanan, dalam kumpulan kecil gerobak dihela bergantian dengan isteri atau kerabat lainnya , memasuki kawasan hunian. Mengokupasi lahan dan lapak kosong di sela-sela taman atau ruang2 kosong.  Selepas shubuh mendekati waktu shalat Ied, gerobak-gerobak itu pun berduyun-duyun seperti rombongan karavan, mendekati tanah lapang atau halaman mesjid yang digunakan tempat shalat.  Begitu shalat usai, ditengah pelukan saling bermaafan, melepas bahagia telah melalui shiyam dan qiyam, maka orang-orang gerobak tadi akan mendekati kerumunan silaturahim seraya mengumbar senyum dan gumaman lirih memohon sadaqah.... Alhamdulillah dari kocek kaum urban yang sedang gembira ria merayakan kemenangan, berpindah lembaran rupiah menjadi rizky orang-orang gerobak dan kaum dhuafa lainnya.
Paradox lainnya ... pada bilangan hari menjelang akhir Ramadhan akan bertebaran seragam oranye berlabel dinas pemerintah daerah yang bertugas menjaga kebersihan kota.  Petugas kebersihan "mendadak" ini sering ditemui pada perempatan atau pertigaan jalan-jalan utama yang sibuk, di ujung bulan Ramadhan.  Berseragam oranye dengan menggengam sapu atau alat kebersihan lainnya,  sigap mendekat kendaraan yang sejenak berhenti melintas karena lampu lalu lintas. Senyum-senyum lirih disertai lantunan mengharapkan sadaqah dari penumpang kendaraan.  Begitu lampu lalu lintas berganti warna, serempak seragam oranye itu pun pindah ke lain titik.  Pada puncak Ramadhan yang diakhiri dengan saat-saat kemenangan selepas shalat Iedl Fitri ... seragam oranye ini juga merapat ke lapangan atau halaman mesjid yang menjadi arena ibadah kemenangan ini.. Dan, alhamdulillah sebagai penyataan syukur telah melalui tempaan Ramadhan tak segan sebagian rupiah pun berpindah tangan untuk orang-orang dengan seragam oranye.

Begitulah tiga paradox Ramadhan yang menjadi peristiwa tahunan di Jakarta, atau juga di kota-kota lain ?  Adakah paradox lain yang luput tercatat ?


Wassalam,


Ibnu Taufan
0816-940978  I Planner ,Community Development
www.ibnutaufan.blogspot.com




Tuesday, September 07, 2010

Yaa Allah berikan kekuatan kepada 7.8 Juta balita dengan Gizi Buruk ...

...7.8 Juta Balita dengan Gizi Buruk !


Ditengah riuhnya orang berbelanja di sebuah mal yg baru dibuka di selatan Jakarta. Sebuah poster menarik terpampang di gerai 'fried chicken' tersohor. Poster dengan warna dominan hitam, tertulis 7.8 juta balita Indonesia mengalami atau menderita Gizi Buruk. Dibaris lain pada poster tersebut sebuah ajakan menggugah. Setiap transaksi di gerai tersebut dihimbau untuk memberikan sumbangan seribu rupiah, ya Rp.1000.


Ada yang mengusik rasa penasaran. Berapa besar dana dibutuhkan untuk mengatasi gizi buruk bagi setiap anak balita ? Berapa rupiah dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan gizi buruk untuk 7.8 juta balita ? Kalau setiap transaksi hanya diperoleh sebesar Rp. 1.000, berapa ribu transaksi, berapa juta transaksi dibutuhkan ?


Penasaran yang lain, seperti tertulis dalam bagian lain poster tersebut, bahwa seluruh dana yang terkumpul akan diteruskan ke World Food Programme (WFP). Kenapa harus ke WFP ? Apakah tidak ada lagi lembaga di Indonesia yang layak dipercaya untuk menerima sumbangan yang berasal dari mayoritas pelanggan ayam goreng itu yang pasti orang Indonesia. Kita sudah mengenal reputasi lembaga milik komunitas anak negeri, seperti misalnya: Dompet Dhuafa, yang jejaringnya tersebar di pelosok Nusantara. Atau lembaga sosial lainnya yang punya pengalaman memobilisasi dana kemanusiaan.


Betapa mulianya jika sebagian saja yang dibelanjakan pada Ramadhan, bisa disisihkan lebih banyak rupiah. Pengeluaran atau belanja di setiap Ramadhan, biasanya hanya untuk mematut diri agar tampil 'beda' dan 'serba baru' pada hari raya Iedul Fitri. Padahal dibelahan negeri ini ada 7.8 juta balita mengidap Gizi Buruk .. Jika bukan kita yang menolongnya, siapa lagi. Sedihnya ketika mendapat pujian atau pandangan kagum karena pakaian kita yang baru.. nun disana ada 7.8 juta balita terancam bahaya. Jika saja satu perseratus diantaranya tidak tertolong, artinya 78.000 jiwa meninggal dunia, mengalami cacat ...atau menjadi beban masa depan anak cucu kita. Bagaimana jika lima perseratus. Atau sepuluh perseratus ? Betapa nistanya kita, dengan kelonggaran finansial bisa memilih baju-baju yang baru, merubah menu makanan dan juadah yang lebih istimewa .. sementara ada 7.8 juta balita dengan Gizi Buruk terancam kelangsungan hidupnya ...


Marilah muliakan Ramadhan dengan tafakur mengingat nasib 7.8 juta balita dengan Gizi Buruk .. Semoga wajah-wajah tak berdosa itu masih memiliki hari depan ..karena kita lebih peduli.


Jakarta Selatan, 25 Ramadhan 1431 H.

Ibnu Taufan
TNP2K I www.tnp2k.wapresri.go.id
powered by Sinyal Kuat INDOSAT