Tuesday, August 28, 2007

dari provinsi baru ....

Kepulauan Riau

14 - 17 Maret 2005

Ibnu Taufan, KM-Nasional

Sesuai dengan Kerangka Acuan Konsultan Manajemen Nasional, salah satu sebagai personil KM-Nasional ialah memberikan dukungan manajemen dan teknis PPK kepada konsultan lapangan.

Dalam pada itu, selaku Team Leader KM-Nasional, selain mengendalikan kegiatan seluruh konsultan PPK, juga berkewajiban untuk memberikan supervise dalam pelaksanaan tugas konsultan di lapangan.

Sejalan dengan perubahan struktur KM-Nasional, dan desentraliasi fungsi KM-Nasional sehingga ditempatkannya konsultan setiap propinsi yakni Kantor Manajemen Provinsi yang ditugaskan sekurang-kurangnya seorang Koordinator Provinsi (KORPROV), dan sesuai dengan jumlah lokasi ditugaskan secara selektif personil yang bertanggung jawab dalam pemantauan dan evaluasi (Monitoring & Evaluation, MONEV), dan dalam pengelolaan data/informasi (MIS).

Perubahan tersebut memerlukan dukungan untuk memperkuat fungsi dan peran KM-Provinsi, apalagi untuk provinsi yang relatif baru terbentuk, seperti Provinsi Kepulauan Riau.

Perjalanan dinas ini dimaksudkan untuk menghadiri Rapat Kordinasi Konsultan (KM dan Korprov) dan sekaligus memberikan dukungan manajemen dan teknis kepada KM-Provinsi dengan memantau kemajuan dan tindaklanjut pelaksanaan kegiatan PPK.

Dari rapat kordinasi tersebut, yang juga merupakan komunikasi tatap muka dengan konsultan lapangan yang secara langsung memantau dan merekam kemajuan pelaksanaan dan kendala/hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelaksanaan “luncuran dana” Siklus-6 (PPK-II tahun ke-3) dan perencanaan PPK IIIB tahun pertama
[1]. Dalam rapat tersebut menjadi ajang konsultasi langkah-langkah dan tindakan untuk penyelesaian kendala, hambatan dan masalah di lapangan.

Perjalanan dinas dilaksanakan tgl 14 sd 17 Maret 2006. Selain kota Tanjung Pinang ibukota provinsi Kepulauan Riau, juga dikunjungi lokasi PPK di Desa Tembeling, Kec. Teluk Bintan, Kab. Bintan (d/h Kepuluan Riau).

Pada hari pertama diawali pertemuan dengan Kordinator Provinsi Kepulauan Riau, Santi Pangaribuan beserta staf, dan dilanjutkan pertemuan terbatas dengan KM-Kabupaten Bintan (d/h Kepulauan Riau, perubahan ini sejalan dengan ditetapkannya Provinsi Kepulauan Riau) yang sudah berada di Tanjungpinang.

Pada hari kedua, dilakukan kunjungan ke kantor Sekretariat TK-PPK Provinsi dan ditemui Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial, dan juga Ketua TK-PPK Provinsi Kepulauan Riau, Drs. Naharuddin, MTP; dan Kepala Sekretariat merangkap PjProv, Ir. Nasril M.

Pada hari kedua ini, juga dimulai pelaksanaan Rapat Koordinasi PPK bertempat di kantor KM-Provinsi. Pada pertemuan ini hadir dan sekaligus memberikan arahan Ketua TK-PPK Provinsi, dan Kepala Sekretariat PPK/PjProv. Hadir pada pertemuan atau rapat koordinasi ini KM-Kabupaten Natuna, Imral Martunus (KMT, Al Ikhsan Anum, sudah tidak berada di lokasi tugas sejak 20 Pebruari 2006, tetapi mengajukan pendunduran diri pada tanggal 1 Maret 2006), dan KM-Kabupaten Linggan dan Kepri (Sehat W. Sinuhaji dan Amsaryono). Pertemuan hari pertama ini juga dihadirkan PjOK Kecamatan Teluk Sebong (Ibu Indra) dan ibu-ibu pengurus kelompok yang mendapat bantuan SPP, yaitu dari Kelompok Wirid Al Hikmah dari Desa Toapaya, Kec.Gunung Kijang (Ibu Fitrawaty ) dan Kelompok Yasin Nurul Falakh Desa Ekang Anculai, Kec. Teluk Sebong (Ibu Tumini, Ibu Sukatmini, Ibu Suprihatin). Juga dihadirkan wakil Badan Pengawas UPK, Bapak Aminuddin.

Pada hari ketiga, atau sebagai selingan rapat koordinasi, telah dilakukan kunjungan lapangan bersama ke Kecamatan Teluk Bintan. Bertemu dengan FK Teluk Bintan (Kesatria Budi dan Rianto), Pengurus UPK Kec. Teluk Bintan (Ketua: Yunus; Sekretaris: Kalsum; dan Bendahara: Ridwan) dan dilanjutkan ke Desa Tembeling untuk meninjau lokasi (siklus-5) dengan kegiatan pembangunan Jalan Rabat Beton dan Drainase (2x1000m, drainase 326m, 4 gorong2, dll; Rp.123.157.304) dan (siklus-6) lokasi pembangunan Dermaga/ Tambatan Perahu di kampung Beloreng (2x275m, dana PPK Rp.133.990.263, swadaya Rp.9.539.000).

Beberapa catatan penting dari kunjungan tersebut antara lain ialah:

Pelaksanaan Siklus-6 . Seluruh lokasi di Provinsi Kepri (Kab. Lingga 2 kecamatan, Kab. Kepri/Bintan 3 kecamatan, dan Kabupaten Natuna 4 kecamatan) yang berpartisipasi pada siklus-6 (PPK II tahun ke-3) sudah mencairkan dana tahap ketiga pada akhir Desember 2005, itu termasuk dua kecamatan yang mendapat alokasi dana APBD (lokasi MG), yaitu Kec. Teluk Sebong dan Kec. Gunung Kijang. Kedelapan kecamatan (minus Kec. Teluk Sebong) juga sudah menyelesaikan MDST.

Kemajuan Pelaksanaan PPK-IIIB tahun pertama (Siklus-9 !?). Tahapan perencanaan PPK III-B tahun pertama di Provinsi Kepri kemajuannya bervariasi. Ada yang sedang mempersiapkan MAD-1 (sosialisasi), tetapi sudah ada juga yang akan melaksanakan MAD-2 pada bulan Maret 2006.

Kab. Natuna. Empat kecamatan yang berpartisipasi pada PPK IIIB tahun pertama. Dua kecamatan di Kab. Natuna, yaitu: Kec. Bunguran Timur dan Kec. Jemaja sudah menyelesaikan MAD sosialisasi, dan pada bulan Maret 2006 sebagian desa sedang melaksanakan MD sosialisasi. Dua kecamatan lainnya, Kec. Bunguran Barat dan Kec. Serasan sedang mempersiapkan MAD-1 yang direncanakan pada bulan Maret 2006 ini.

Kab. Lingga. Kec. Senayang (6 desa) dan Kec. Lingga (23 desa), sudah melaksanakan MAD-1 (sosialisasi). Kecamatan Lingga sedang melaksanakan MD sosialisasi, dan di Kecamatan Senayang sebagian besar desa sedang melaksanakan Pelatihan FD.

Kab. Kepulauan Riau/Bintan. Hanya satu kecamatan yang berpartisipasi pada PPK IIIB, yaitu Kec. Teluk Bintan. Pada bulan Maret 2006 ini sedang menyelesaikan MD sosialisasi.

Dukungan TK-PPK Provinsi. Walaupun provinsi ini relative baru, tetapi cukup besar perhatian dan dukungan terhadap pelaksanaan PPK. Seperti dukungan dalam keikutsertaan penyediaan cost sharing. Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kesejahteraan Sosial yang baru saja terbentuk, dengan peran utama sebagai TK-PPK memberikan dukungan penuh kepada konsultan, dan terus berkomunikasi berbagai hal kemajuan dan hambatan pelaksanaan PPK di lapangan. Kepala Badan PMD dan KS yang juga pejabat baru memiliki kesan positif terhadap PPK, dan secara terbuka mengharapkan masukan kritis dari konsultan untuk memperkuat peran badan tersebut dimasa depan.

Alokasi Dana MG !! . Bupati Bintan/Kepri sesuai dengan komitmen yang sudah disepakati dengan DPRD sudah mengalokasikan dana BLM mulai tahun tahun 2004, dan pada tahun 2006 ini pun sudah tersedia alokasi pada APBD 2006 sebesar masing-masing Rp. 500 juta untuk Kec. Teluk Sebong dan Kec. Gunung Kijang.

Proses perencanaan masih berjalan dan difasilitasi oleh dua FK yang ditempatkan pada tahun 2005. Di kecamatan Gunung Kijang sedang merampungkan Verifikasi Usulan Kegiatan, dan direncanakan tgl 18 Maret 2006 akan dilaksanakan MAD-2 (pemeringkatan usulan). Di kecamatan Teluk Sebong sedang melaksanakan Penulisan Usulan.

Sudah disampaikan bahwa kebijakan TK-PPK Nasional/Set. Pembinaan PPK bahwa seluruh kegiatan PPK-II sudah berakhir pada tahun 2005, kecuali luncuran siklus-6 yang akan mentuntaskan pencairan dan penyelesaian kegiatan. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Kepri/Bintan sangat mengharapkan tetap ditempatkan FK di kedua lokasi tersebut untuk mentuntaskan seluruh tahapan kegiatan. Melalui APBD Kab. Kepri/Bintan, selain dana BLM juga dialokasikan anggaran untuk insentif FD, insentif Kepala Desa, insentif Pengurus UPK dan Lomba Kelompok.

Bantuan Transportasi PjOK Teluk Sebong September 2005 sd Pebruari 2006 belum ditransfer !! . Dilaporkan oleh KM Kab. Kepri/Bintan bahwa bantuan transportasi untuk PjOK Teluk Sebong tidak mendapat transfer dari perusahaan, sehingga KM tidak membayar tunjangan tersebut. Padahal untuk kecamatan lainnya ada transfer dana, sehingga tetap dibayarkan. Pertanyaan kepada ADWIL KM sudah diajukan, tetapi sampai dengan RAKOR ini belum ada realisasi.

Dana Cost Sharing Propinsi !! . Pada umumnya dana cost sharing menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. Sesuai dengan kapasitas fiskalnya yang termasuk kategori “tinggi”, maka Kabupaten Kepulauan Riah (sekarang Kab. Bintan) dan Kabupaten Lingga sudah ditetapkan alokasi cost sharing sebesar 70%. Akan tetapi kenyataannya, kedua kabupaten tersebut tidak dapat menyediakan seluruh aloaksi dana pendamping tersebut (cost sharing), sehingga Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau berpartisipasi dalam penyediaan dana pendamping tersebut sebesar 30%.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kesejahteraan Sosial yang juga Ketua TK PPK Provinsi Kepri, sudah mengantisipasi pertanyaan legislatif landasan alokasi dana pendamping tersebut, karena yang sudah terikat dengan NPH adalah Pemerintah Kabupaten.

Selain itu, dipertanyakan juga “pengaturan pencairan dana”, mengingat sumber dana local berasal dari anggaran yang berbeda. Disarankan kepada Korprov untuk memfasilitasi pengaturan tahapan pencairan dana, misalnya untuk tahap pertama dicairkan dari APBD Kabupaten, tahap kedua dicairkan dari APBD Propinsi, dan tahap ketiga/terakhir dari APBN.


Rekomendasi Hasil Kunjungan. Dari kunjungan dan perjalanan dinas tersebut, demikian pula dari hasil pertemuan dengan pelaku PPK di lapangan, serta masukan dari TK-PPK setempat, dapat direkomendasikan sejumlah langkah dan tindakan sebagai berikut:

Korprov dan seluruh jajaran konsultan PPK disarankan untuk terus membangun komunikasi yang konstruktif dengan jajaran TK-PPK, dan khususnya dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kesejahteraan Sosial. Memberikan masukan konstruktif untuk mendorong pelembagaan pembangunan partisipatif. Khususnya, mendorong tindaklanjut pembiayaan APBD di Kec. Teluk Sebong dan Kec. Gunung Kijang menjadi “PPK Mandiri”, dimana provinsi dapat membiayai sebagian “bantuan teknis” untuk memfasilitasi proses PPK di lapangan. Bantuan teknis dapat diupayakan dengan mengoptimalkan “peran PL dan FD terbaik” dengan menyediakan biaya dan insentif lainnya untuk memfasiitasi PPK Mandiri. Pembekalan dan bimbingan kepada “pendamping lokal” tersebut dapat dilakukan oleh KM.

Kepastian atau penegasan penempatan FK di lokasi yang masih dialokasikan dana MG ! Sesuai dengan kebijakan Set.Pembinaan PPK, perlu ditegaskan agar kedua lokasi yang masih didanai dari APBD Kab. Kepri/Bintan tersebut dilaksanakan sebagai “PPK Mandiri” dan pihak provinsi dapat memberikan bantuan anggaran untuk tenaga pendamping yang berasal dari Pendamping Lokal dan/atau Fasilitator Desa.

Kec. Teluk Sebong memang tidak mendapat alokasi PPK III, walaupun sudah dialokasikan dana dari APBD Kab. Kepri yang masih ditunggu kepastian dari TK PPK Nasional/Set. Pembinaan PPK tersebut, kiranya Set. Pembinaan PPK dapat memerintahkan pihak perusahaan pengelola admnistrasi di Provinsi Kepri untuk segera membayarkan “bantuan transport PjOK (perioda Sep-05 sd Peb-06).

KM-Nasional bersama dengan Korprov akan menyusun “penjelasan teknis pencairan dana cost sharing yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten”. Penjelasan teknis ini tetap mengacu pada surat edaran Dirjen Perbendaharaan, Dep.Keuangan.

Anjangasana ke Provinis baru ...........

Propinsi Gorontalo
22 -- 26 Desember 2006

Ibnu Taufan, IAP
Team Leader KM-Nasional

Sesuai dengan kerangka acuan KM Nasional, setiap personil mempunyai kewajiban melaksananakan kunjungan lapangan ke lokasi PPK untuk melakukan monitoring, pembimbingan, supervisi, serta memberikan dukungan/penguatan manajemen dan teknis kepada konsultan di tingkat provinsi kabupaten.

Sehubungan dengan itu, sebagai Team Leader KM-Nasional telah melaksanakan kunjungan lapangan ke Provinsi Gorantalo pada tanggal 16 sd 20 Desember 2006. Dalam perjalanan ini sekaligus mendampingi anggota Komisi II DPR-RI yang melakukan kunjungan kerja ke lokasi PPK. Lokasi sasaran perjalanan ialah Provinsi Gorontalo (Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo).

Tujuan perjalanan ini selain memenuhi kewajiban seperti disebutkan diatas, juga untuk:

1. Memastikan kemajuan Rencana Tindak Lanjut (Action Matrix dan Corrective Action) yang sudah disepakati pada Rapat Koodinasi KM-Nasional (Oktober 2007).
2. Membahas kesiapan beserta implikasi rencana pengintegrasian PPK;
3. Mendapatkan umpan balik hasil evaluasi manajemen KM-Provinsi dan setiap personil di KM-Provinsi Gorontalo; Mendapatkan masukan dan umpan balik implementasi kebijakan PPK di lapangan;
4. Memberikan penjelasan kebijakan implementasi dan hasil PPK kepada anggota DPR-RI.


Dari hasil observasi dan pertemuan dengan pelaku PPK maupun konsultan di lapangan, serta TK-PPK diharapkan diperoleh gambaran dan rancangan tindaklanjut yang segera dapat dilakukan, ataupun rekomendasi yang memerlukan dukungan berbagai pihak terkait, antara lain:

§ Salah satu tindakan korektif yang dilakukan konsultan (KM-Provinsi dan KM- Kabupaten) adalah dengan meningkatkan efektifitas pelaksanaan PPK di lapangan. Setiap FK meningkatkan intensitas kegiatan fasilitasi dan ambil bagian langsung pada setiap proses bersama masyarakat (wargadesa). Tindakan korektif berjalan cukup optimal karena sempat menghadapi kendala karena adanya beberapa posisi/jabatan kosong di beberapa lokasi.

§ Rencana pengintegrasian sistem dan mekanisme PPK ke dalam sistem perencanaan reguler (musrenbang) sudah diawali dengan lokakarya untuk mengidentifikasi berbagai peluang integrasi dan sinkronisasi, serta menyelaraskan pemahaman maupun kesepakatan yang akan ditindaklanjuti. Kegiatan lokakarya sudah dilaksanakan dan memerlukan upaya koordinasi dengan berbagai pihak terkait, serta meningkatkan sinkronisasi dengan pihak terkait (SPKD) dan menselaraskan jadwal kegiatan PPK dengan kalender/siklus perencanaan pembangunan (musrenbang).

§ Perlu ada perbaikan pada sistem dan kriteria, serta mekanisme penilaian, termasuk mekanisme umpan balik bagi setiap konsultan yang mendapat penilaian sehingga dapat dimanfaatkan sebagai upaya pembimbingan dan peningkatan kinerja ]

§ Anggota Komisi II mendapat penjelasan langsung dari masyarakat dan pelaku PPK dilapangan berbagai pembelajaran yang diperoleh dalam pengelolaan pembangunan yang difasilitasi melalui PPK. Efektifitas pengelolaan pembangunan dengan berbasis masyarakat dinilai oleh Anggota Komisi II menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat, dan juga rasa memiliki (ownership) masyarakat sehingga akan menjamin keberlanjutan (sustainability).

§ Anggota Komisi II juga berkesempatan meninjau lokasi uji coba ”bantuan tunai bersyarat” (conditional cash transfer) yang disponsori oleh Bank Dunia dan mendapatkan kesan amat positif dengan dorongan adanya kepada penerima manfaat untuk lebih bertanggung jawab memenuhi pencapaian keberhasilan (indikator) yang jelas dan terukur.

§ Salah satu temuan menarik seperti dilaporkan oleh pelaku PPK dan pendamping BTB, bahwa terjadi kecenderungan untuk memilih ”pembelian seragam sekolah” karena ternyata setiap siswa SD/SLTP wajib memiliki sekurang-kurangnya 5 (lima) seragam sekolah (putih-putih, putih-merah/biru, batik, busana muslim dan busana olaharaga). Ketentuan tersebut dinilai Anggota Komisi II tidak relevan dengan ”tujuan mencerdaskan peserta didik” dan diharapkan segera perlu dilakukan koreksi oleh Pemerintah Kabupaten.

Monday, August 27, 2007

Menjelajahi PPK di ...

Nusa Tenggara Barat dan Bali
9 sd 14 Juli 2003

Ibnu Taufan, KM-Nasional

Dalam rangka pemantauan dan supervisi pelaksanaan PPK, telah dikunjungi lapangan ke Propinsi NTB (kab.Lombok Barat, kab.Lombok Tengah) dan Provinsi Bali (kab.Tabanan dan kab. Buleleng). Daftar kec dan desa yang dikunjungi, serta pejabat dan pelaku PPK yang ditemui terlampir. Kujungan ke Provinsi NTB, juga diselingi dengan pertemuan konsultatif manajemen PPK antara Task Team Leader PPK-WB, Pimpro Pembinaan PPK dan TL-KMNasional. Mr. Victor Bottini selaku Task Team Leader PPK-WB sedang memimpin staf konsultan Bank Dunia yang terlibat dalam pengelolaan PPK sedang mengadakan "retreat" di Provinsi NTB sejak 7 Juli 2003.

Tingkat kemajuan kegiatan di Provinsi NTB umumnya pada tahap Penggalian Gagasan, sedangkan di Provinsi Bali umumnya sedang malaksanakan Pelatihan FD. Beberapa temuan dan masukan dari pelaku PPK di lapangan, yg patut jadi perhatian, antara lain:
Tingkat partisipasi. -- Tingkat kehadiran pada pertemuan tingkat desa maupun kecamatan cukup tinggi, antara 50-80 orang. Tingkat kehadiran perempuan juga sangat tinggi, sekitar 30-40 orang.

Transparansi. -- Transparansi pun sangat menggembirakan. Papan informasi mulai dipergunakan utk pengumuman kegiatan PPK. Memang manfaatnya masih perlu dicermati, karena dilaporkan banyak warga yg mempunyai waktu luang hanya malam hari.

Kemampuan Pelaku PPK. -- PL dan FD yang ditemui cukup banyak yang memiliki tingkat pendidikan dan pengalaman yang relatif memadai. Bahkan beberapa orang berpendidikan S-1. Pemahaman thd aspek pemberdayaan masyarakat cukup membesarkan hati. Beberapa FD terpilih adalah pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM, pengganti LKMD). Walaupun banyak komentar terhadap insentif FD yang relatif kecil, tetapi semangat pengabdian menjadi pertimbangan untuk mengemban tugas tersebut.
Materi Pelatihan FD. -- FD yang ditemui memberikan komentar yg patut dicermati bahwa materi/modul utk pembekalan terlalu teknis, banyak yg kurang relevan dgn misi utama FD untuk memfasilitasi pemberdayaan masyarakat. Selain itu, waktu pelatihan perlu dilaksanakan bertahap, disesuaikan dengan tahapan kegiatan PPK. Misalnya, aspek teknis prasarana akan lebih bermanfaat pada tahap kegiatan perencanaan.
Dukungan Pemkab. -- Sebagai lokasi (propinsi) baru, perhatian dan dukungan pemeritah daerah patut dipuji. Beberapa kab mengalokasikan APBD untuk dana BLM. Bahkan Pemkab Lombok Barat, mengalokasikan dana AP kira-kira 8% dari alokasi dana PPK dan tiap kecamatan memperoleh dana operasional sebesar 10 juta rupiah. Serta akan diberikan insentif transport untuk setiap FD di Kab. Lombok Barat.
Potensi Pokmas. -- Lembaga Keuangan Mikro yang ada (yang antara lain berasal dari NTA-DP, P4K) di Kab. Lobar (Prov.NTB) oleh masyarakat dinilai tidak layak untuk mengelola kegiatan usaha ekonomi produktif. Pengurus banyak didominasi olekh elit/ tokoh masyarakat, disertai praktek "moral hazard" yg terjadi. Konsultan harus mengintensifkan sosialisasi dan pendampingan agar masyarakat memperoleh informasi lebih banyak sehingga lebih selektif dalam pengambilan keputusan. Lain halnya di Provinsi Bali, LPD (Lembaga Perkreditan Desa) yang ''berbasiskan (desa) adat'' sehingga ikatan sosial dan sanksi sosial (adat) jauh lebih kuat. Meskipun begitu, ada beberapa LPD memang belum layak untuk mengelola dana karena adanya kesalahan manajemen. LPD dibentuk tahun 1984 dengan SK Gubernur No.972/1984 diseluruh desa adat (pakeraman) dan BPD Bali ditunjuk sebagai pembina dan pengawas LPD.
Tumpang tindih PPK dengan P2KP. -- Beberapa lokasi (desa) PPK juga menerima alokasi dana P2KP. Kebijakan Pemkab dengan surat Ketua Bappeda, menegaskan bahwa lokasi tsb tidak boleh mengikuti proses PPK. Seyogyanya keputusan dilaksanakan oleh masyarakat melalui forum musyawarah yang ada (MD, MAD).

Bertemu Muka dengan Pendamping PPK di...

Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah
26 sd 29 Desember 2003

Ibnu Taufan

Dalam rangka supervisi dan memberikan dukungan manajemen kepada RMU telah dikunjungi lokasi PPK di Provinsi DI Yogjakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Surakarta dan Kabupaten Klaten/Kecamatan Jatinom). Pada kunjungan ini juga menghadiri pertemuan dengan konsultan PPK dan diseminasi Konsultan Keuangan Mitra Bank yang diselenggarakan oleh LPM-Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Temuan-temuan yang perlu ditindaklanjuti. Dari pertemuan dan diskusi muncul beberapa pertanyaan dan usulan-usulaan dari konsultan PPK antara lain sebagai berikut:

Kecemasan terhadap “rasionalisasi” konsultan. --- sekitar 30 lokasi/keamatan PPK di Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta akan memasuki “paska program” (phased-out) karena sudah tiga kali mendapat alokasi dana PPK, sehingga diperkirakan sekitar 60 orang konsultan (FK) akan “memasuki masa pelepasan” ataupun “rasionalisasi”. Konsultan ingin memperoleh kepastian “kriteria” dan “tatacara seleksi”. Dijelaskan bahwa sesuai dalam kontrak kerja terdapat klausul yang cukup jelas bahwa masa penugasan dapat berakhir jika tidak ada lokasi untuk ditempatkan ataupun tidak tersedia lagi alokasi pembiayaan konsultan. Tatacara akan di laksanakan secara transparan dan mempergunakan “manajemen kinerja” yang sudah diberlakukan, sekaligus juga menegaskan bahwa ketentuan PPK adalah menempatkan “konsultan yang terbaik”. Penilaian dan peringkat kinerja menjadi “salah satu masukan dalam” penetapan konsultan yang paling layak ditugaskan di lokasi PPK.

Peluang KKMB --- ditegaskan bahwa setiap konsultan mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan implementasi dan fasilitasi proses PPK di lapangan, sehingga tidak memungkinkan melakukan “kerja rangkap’ yang akhirnya akan menimbulkan implikasi adminstratif. Baik kompetensi dasar maupun “kesempatan melalui pelatihan dalam tugas” konsultan PPK berpeluang untuk “belajar” dan sekaligus mempersiapkan diri pada paska PPK. Kesempatan untuk mempelajari KKMB (tugas, peran, kapasitas, dsbnya) memang akan sangat bermanfaat juga dalam upaya untuk memfasilitasi UPK ataupun khusunya pinjaman bergulir (UEP).

Sertifikasi Konsultan PPK --- banyak sekali konsultan PPK, baik di Provin si DI Yogayakarta maupun Provionsi Jawa Tengah, yang berkeberatan dengan adanya “kewajiban” untuk mendapatkan “sertifikasi” dan juga “mengikuti pelatihan/seleksi” untuk melengkapi persyaratan sertifikasi. Ditegaskan bahwa sampai dengan saat ini, “tidak ada satu butir pun ketentuan yang mengatur dan meneetapkan persyaratan konsultan PPK”, kecuali “hasil penilaian dan peringkat kinerja”. Sertifikasi adalah “kebutuhan” individual sehingga tidak akan mempengaruhi penempatannya kembali sebagai konsultan PPK. Memenuhi permintaan konsultan perlu segera dikeluarkan “memorandum penjelasan dan penegasan tentang sertifikasi” !

Faktor “keterlambatan” proses PPK di lapangan. --- dengan maksud meningkatkan kualitas kegiatan dan hasil PPK, khususnya kualitas prasarana/sarana, ditugaskan FKT yang bertanggung jawab dalam disain dan anggaran pekerjaan. Ternyata dengan jumlah usulan prasarana/sarana yang masih relatif besar, maka beban kerja FKT pun meningkat dan akhirnya mempengaruhi waktu penyelesaian tahapan dalam proses PPK. Selain itu, beban kerja tersebut sekaligus menjadi “beban psikologis” bagi FKT untuk “mengupayakan agar setiap usulan layak didanai”.

Penegasan ketentuan bagi konsultan yang “rangkap kerja” --- perlu segera diantisipasi adanya rekrutmen konsultan PPK baik sebagai “penyelenggara pemilu” maupun “calon anggota legislatif”. Dipastikan akan terjadi “konflik kepentingan” sehingga dapat melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagai konsultan. Agar konsultan yang menjadi “caleg” segera harus memastikan untuk menentukan sikap dan/atau adanya kebijakan untuk mengatur “pengunduran diri sementara” agar dapat mengkonssentrasikan pada kegiatan yang berkaitan dengan pemilu seperti kampanye.

Pelatihan untuk Peningkatan Kemampuan Masyarakat --- rangkuman dari msukan konsultan, khususnya dari konsultan di Kab.Gunung Kidul dan Klaten, bahwa meskipun proses PPK berjalan sesuai dengan prinsip dan prosedur, seringkali hasil akhir ditentukan kemampuan masyarakat, khususnya masyarakat yang benar-benar miskin. Walaupun sudah ada pelatihan unttuk pelaku PPK di tingkat desa (FD, TPU, TPK), disarankan agar PPK menyediakan alternatif upaya meningkatkan kemampuan masyarakat, yakni materi atau modul pelatihan yang dapat menjadi acuan ataupun dilaksanakan oleh konsultan di lapangan.

Menjamu Shanghai Conference Participants di ....

Malang, Jawa Timur
6 - 10 Desember 2003

Ibnu Taufan

Dalam rangka Field Visit Shanghai Conference Group telah dikunjungi beberapa lokasi PPK di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Malang, untuk mendampingi tamu pengunjung dari beberapa negara, antara lain : Tanzania, Nepal, China, Brazil, Yemen, dan wakil lembaga/negara donor seperti AusAid, ADB, JBIC, DFID, juga diikuti oleh Duta Besar Belanda maupun kantor pusat World Bank (Washington) dan World Bank Indonesia yang sekaligus menjadi fasilitator pertemuan. Kunjungan dipusatkan di Kabupaten Malang, yakni di Kecamatan Pakis, Kecamatan Wagir dan Kecamatan Singosari.

Pada kunjungan ini, selain untuk memeriksa persiapan lokasi/desa yang akan dikunjungi, juga sekaligus mendampingi tamu/pengunjung untuk meninjau kegiatan/proyek yang dibiayai oleh PPK. Dalam rangka persiapan tersebut atau menjelang kunjungan tamu juga telah ditemui para pihak terkait, antara lain TK-PPK Kabupaten Malang, Camat dan Kepala Desa.

Temuan yang perlu ditindaklanjuti. Menjelang maupun selama kunjungan tersebut dari pengamatan langsung, wawancara dan masukan dari berbagai pihak, beberapa temuan yang perlu ditindaklanjuti oleh konsultan lapangan (FK dan KM), RMU dan KM-Nasional, maupun Pimpro Pembinaan PPK. Kesan terhadap lokasi dan kegiatan PPK pada umumnya cukup memuaskan. Pengunjung memperoleh infomrasi yang lengkap dan melihat langsung kegiatan yang dibiayai PPK. Namun demikian, beberapa temuan yang patut menjadi perhatian, antara lain:

“Rural bias” dan kelompok sasaran orang miskin. – dari beberapa lokasi (desa) yang menjadi sasaran kunjungan pada umumnya menunjukan mutu kegiatan yang cukup baik. Mutu prasarana baik, begitu pula kelancaran pengembalian pinjaman. Namun, jika dicermati para penerima manfaat langsung umumnya mempunyai pendapatan rumah tangga yang cukup memadai. Kebanyakan rumah tangga, suami dan isteri bekerja sebagai buruh pabrik rokok dengan tingkat pendapatan cukup memadai. Penampilan fisik rumah dan lingkungan juga cukup memadai. Sebagai contoh, di Desa Pucangsongo, setiap rumah tangga bersedia menyisihkan Rp. 800.000 sebagai swadaya pengadaan sumur bor. Tampaknya perlu “dicermati ulang strategi dan metoda menilai kelompok sasaran orang miskin”, dan “mempertajam kriteria pemilihan lokasi desa miskin”.

Pelestarian – Prasarana/sarana yang mendapat perhatian dalam kunjungan tersebut memang memiliki mutu konstruksi yang cukup baik. Namun pemeliharaan prasarana/sarana, terutama jalan dan drainase , tampaknya memerlukan perhatian yang seksama. Pasar (Medandalawangi dan Sitirejo) memiliki tim pengelola dengan yang berfungsi dengan baik, ada iuran pemeliharaan, sehingga pemeliharaan/perawatan prasarana/sarana. Untuk menjamin pelestarian prasarana/sarana yang sudah dibangun, menjamin umur konstruksi yang lebih panjang, serta menjamin tersedianya pelayanan masyarakat, seperti air bersih, maka harus difungsikan dan diperkuat “tim pengelola/pemeliharaan.

Dampak terhadap lingkungan -- beberapa prasarana yang dibangun seperti di Desa Sukodadi (jembatan, jalan) dan Tamanharjo (jalan dan tanggul) pada intinya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Tetapi prasarana jalan (Pucangsongo) ataupun jembatan (Pandan Landung) mempunyai potenis yang dapat merusak lingkungan. Prasarana jalan tidak memiliki saluran pembuang air yang memadai, sehingga pada musim hujan akan terdapat genangan air disisi jalan yang akan mengganggu pematang sawah milik wargadesa. Jembatan di desa Pandan Landung dengan konstruksi yang beton, tetapi bangunan jembatan tersebut memiliki “tinggi” yang cukup mengkhawatirkan sehingga perlu adanya “jaminan” keselamatan pengguna jembatan tersebut. Perlu ada “audit teknis konstruksi” untuk menjamin agar prasarna tersebut tidak akan membahayakan pengguna jembatan.

dari semenanjung nan indah.......

PAPUA12 sd 14 Agustus 2003



Sebagai tindak lanjut penilaian kinerja personil KM-Nasional, termasuk pula personil RMU, dilaksanakan pertemuan tatap muka untuk menjelaskan kinerja, memperoleh umpan balik dan pembimbingan sekaligus rencana tindakan peningkatan kinerja RMU. Untuk tujuan tersebut telah dikunjungi kantor RMU wilayah/provinsi Papua, di Jayapura, Provinsi Papua pada tanggal 12 sd 14 Agustus 2003. Sesuai dengan tujuan utama tersebut, telah diadakan pertemuan dengan seluruh staf profesional RMU dan juga masing-masing personil, serta staf pendukung RMU. Selain memperoleh umpan balik dan melakukan bimbingan manajemen, dalam pertemuan tersebut juga dibahas kemajuan kegiatan di lapangan, kendala maupun hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Sampai dengan minggu pertama Agustus 2003, pada umumnya kegiatan di lapangan sudah memasuki tahap MD-1, meskipun masih ada distrik (sebutan untuk kecamatan di Papua, ) yang belum melaksanakan MAD-1. Faktor kesulitan medan dan geografis, sebaran desa/komunitas mempengaruhi pelaksanaan di lapangan.

Berkaitan dengan penilaian kinerja terhadap personil RMU, pada umumnya dapat menerima dan menyadari kelemahan yang diperbaiki, dan berjanji untuk melakukan perbaikan pelaksanaan tugas dan lebih memahami tugas/tanggung jawab sebagai profesional agar dapat meningkatkan kinerja.
Umpan balik terhadap supervisi dan dukungan KMN, staf profesional dan pendukung, antara lain: (i) tertib permintaan data berulang-ulang, (ii) kecepatan respon terhadap pertanyaan atau konfirmasi dari lapangan/RMU, (iii) memberikan dispensasi kepada RMU-14 mengingat kendala yang dihadapi berbeda dengan lokasi-lokasi lain di luar Provinsi Papua.

Beberapa temuan utama, maupun kendala dan hambatan yang dihadapi oleh RMU untuk mencapai kinerja yang diharapkan, maupun pelaksanaan kegiatan di lapangan, antara lain (dari yang penting/ mendesak) :

1. Komunikasi dan Koordinasi. -- Seluruh staf RMU mengidentifikasi faktor komunikasi dan koordinasi menjadi masalah utama yang mengakibatkan rendahnya kinerja RMU-14. Baik secara internal dalam jalur fungsional, maupun antar staf RMU, bahkan dengan mitra kerja lainnya terutama dengan TK-PPK Provinsi. Komunikasi yang tidak produktif antar staf berdampak terhadap jajaran konsultan lapangan yg mendapatkan informasi saling berbeda. Konsultan lapangan merasa tidak memperoleh layanan dan dukungan dari RMU.

2. Rasio FK vs Sebaran Desa --- Kondisi geografis dan kesulitan medan. Dengan kondisi geografis yang demikian rupa hubungan antar kecamatan dan desa yang sebagian harus ditempuh dengan penerbang- an reguler dan sewa, banyak hubungan antar desa hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki lebih dari sehari. Kondisi medan yang berat mempengaruhi proses dan ketepatan waktu setiap tahapan PPK. Sebaran desa dan kondisi medan serta kelangkaan prasarana/sarana sehingga hubungan antar desa seringkali harus ditempuh dengan berjalan kaki beberapa hari. Mengandalkan hanya dua atau tiga FK memang memerlukan waktu yang relatif lebih lama, tetapi menambah jumlah FK juga belum tentu dapat mengefektifkan, apalagi mengefisienkan proses PPK. Perlu pemikiran komprehensif, untuk memberikan perlakuan khusus.

3. Kasus Pencairan Dana Ilegal di Kecamatan Jayapura Selatan. -- Sebagian dana dapat diselamatkan (blokir di rekening bank), sebagian sudah dikembalikan, sebagian sisanya masih menunggu janji pelaku. Belum ada tindakan atau sanksi terhadap pelaku.

4. Pergantian KW. --- berdasarkan hasil penilaian kinerja dan temuan terakhir Misi Supervisi Bank Dunia yg disampaikan kepada seluruh staf RMU, dan khususnya KW, akhirnya KW menyatakan "mengundurkan diri" (surat pengunduran disampaikan kepada Pimpro dengan tembusan TL-KMNas). Sudah ada persetujuan Pimpro, sehingga perlu segera dijajagi calon yang layak dan memiliki kemampuan manajemen yang tinggi, sedapat mungkin dari kalangan PPK, maupun sumber lain yang memenuhi kualifikasi.




@ibnutaufan

Berkunjung ke Tanah Rencong

NANGGROE ACEH DARUSALAM
Ibnu Taufan, KM-Nasional

Pada tanggal 7 sd 10 Januari 2003 telah dilaksanakan perjalanan ke Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, mendampingi Misi Khusus Bank Dunia (Scott Guggenheim, Sentot Satria) bersama wakil negara donor , serta lembaga multilateral seperti UNDP, JICA.

Perjalanan dilaksanakan oleh tim KM-Nasional. Kunjungan ini bertujuan untuk: (i) membahas program yang dirancang oleh Pemerintah Propinsi NAD untuk mengisi paska perdamaian, (ii) membahas bersama dengan TK-PPK setempat kemungkinan perluasan PPK di Propinsi NAD, (iii) memantau dan mendapatkan fakta perkembangan dan dampak PPK dalam upaya mendorong penanggulangan kemiskinan dan mengisi program paska perdamaian.

Lokasi PPK yang dikunjungi adalah Kab. Pidie (Kec. Indrajaya, Desa Daya Tanoh dan Kec.Mutiara, desa Ulam Mara) dan Kab.Aceh Besar (Kec.Indrapuri).

Kegiatan yag dilaksanakan selama perjalanan tersebut adalah menaghdiri pertemuan dengan masyarakat dan pejabat di lingkungan Pemerintah Propinsi NAD dan Kabupaten Pidie, antara lain dengan: Ketua Bappeda Propinsi NAD, Bupati Pidie, Kepala Bappeda--Kabupaten Pidie, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Pidie, Forum LSM Aceh, Konsultan PPK (FK dan KM), Ketua Kelompok PEKKA Desa Dayah Tanoh, Kec. Mutiara dan Ketua TPKD PPK Desa Ulam Mara, Kec. Indra Jaya.

Berdasarkan rekaman diskusi, pembahasan bersama dan masukan dari berbagai pihak terkait, serta peninjauan dan pengamatan di lapangan

1. Kesan aparat tersisih dari proses dan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pada intinya pemerintah propinsi/kabupaten menyambut dengan antusias upaya pengembangan program untuk paska perdamaian, khususnya untuk program pemberdayaan/ pengem-bangan masyarakat, namun sangat diharapkan agar pihak donor maupun Peme-rintah Pusat tetap membantu upaya penguatan kelembagaan pemerintah dan aparat, tidak seluruhnya dilakukan langsung dengan masyarakat ataupun lembaga kemasyarakatan yang ada (LSM). Perumusan program yang lebih rinci perlu dilakukan bersama oleh tim yang dibentuk bersama dan pemerintah (Bappeda siap membantu).

2. Rencana penambahan lokasi PPK di NAD. Pem Prop/Kab menyambut baik rencana perluasan (penambahan) lokasi PPK di NAD, dan siap untuk memberikan kontribusi, baik alokasi dana BLM (matching grant) ataupun untuk dana PAP. Bahkan Bupati Pidie, menyatakan siap membiayai alokasi dana untuk 2 kecamatan dari APBD, jika mendapat alokasi PPK untuk seluruh kecamatan.

3. Adminsitrasi dan pembukuan dana PPK tidak tertib. Dari pemeriksaan sepintas (rapid audit) beberapa pembukuan TPK dan UPK, diduga terjadi penggunaan dana tidak sesuai dengan RAB dan adanya pengeluaran yang tidak didukung dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kondisi lapangan yang tidak kondusif, pelatihanan kepada pengurus UPK dan TPK/LKMD tidak dilaksanakan dengan memadai.

4. Pelestarian Kegiatan PPK. Beberapa kegiatan pembangunan prasarana, seperti di Kecamatan Indrajaya, Kab. Pidie, kurang mendapat perhatian. Unit/Tim Pemelihara yang menjadai prasayarat pada pengajuan usulan tidak berfungsi. Mengingat sebagian besar (lebih dari 97%) alokasi dana PPK di NAD untuk prasarana, sehingga dikhawatirkan pemeliharaan dan juga pelestarian kegiatan belum dilaksanakan dengan memuaskan.

5. Tindaklanjut Penanganan Masalah. Pada PPK-1 banyak kasus penyelewenagan dana PPK seringkali sulit dilanjutkan sebagai upaya hokum karena masyarakat tidak tahu bagaimana caranya, tidak ada akses, dsb. Perlu upaya bersama untuk melaksanakan capacity building agar masyarakat mempunyai akses ke lembaga hukum.

6. Peluang untuk Mengefektifkan Hasil Perencanaan oleh Masyarakat. Melalui proses perencanaan PPK yang partisipatif dan kompetitif akan, hanya sebagian usulan kegiatan yang dapat didanai. Usulan lainnya sesungguhnya dapat didanai atau diikutsertakan dalam proses penganggaran melalui mekanisme perencanaan pembangunan di daerah (siklus RAPBD). Peluang tersebut juga mendapat perhatian dari JICA dan pihak Kedutaan (konsulat) Jepang.

Saran dan Tindak-Lanjut

1. Perlu segera mendapat pemeriksaan dan bimbingan secara khusus untuk menilai manfaat yang dihasilkan, melakukan perbaikan yang diperlukan, serta melakukan tindaklanjut pemeriksaaan administrasi dan keuangan sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat.
2. KM-Nasional akan menurunkan Tim Financial Manitoring and Supervision (FMS) untuk membantu RMU dan konsultan melaksanakan pemeriksaan/audit di lapangan sekaligus memberikan pelatihan setempat (in service) bagi pengurus UPK ataupun TPK.
3. Untuk menjamin pelestarian kegiatan PPK, konsultan dengan bimbingan RMU harus menyusun agenda kerja bersama untuk melaksanakan sosialisasi dan tindaklan jut bersama masyrakat dengan membentuk/mengaktifkan Tim Pemelihara. Dukungan TK-PPK setempat sangat diharapkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan di lapangan.
4. RMU dan KM-Kab memulai kembali pendekatan dengan berbagai pihak berwenang, khususnya TK-PPK Provinsi maupun Kabupaten untuk melanjutkan penyelesaian beberapa masalah/kasus di NAD, khususnya kasus penyitaan dana milik masyarakat yang dikelola UPK oleh Kapolsek Kec. Indrapuri.
5. RMU akan melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Konsulat Jendral Jepang di Medan (Mr. Miyakawa) untuk menindaklanjuti gagasan membiayai usulan yang tidak dapat didanai PPK.

berkunjung ke Ranah Minang ....

Sumatra Barat
Bukitinggi, 30 Apr sd 3 Mei 2003

Ibnu Taufan, IAP – KM-Nasional

Memenuhi undangan TK PPK Prop Sumbar, telah dihadiri Sosialisasi dan Lokakarya PPK Fase-2, tgl 30 Apr sd 3 Mei 2003 bertempat di Bukittinggi. Acara tsb dihadiri oleh: TK PPK Prop, wakil DPRD Prov, LSM, Perguruan Tinggi, Media Massa/wartawan, TK PPK Kab, DPRD Kab.


1. Perubahan Pemerintahan Desa menjadi Nagari. Sesuai dengan UU 22/99 bahwa pemerintahan terendah adalah desa, dan melalui Perda No.9/2001 Prov Sumbar telah menetapkan sistem pemerintahan terendah kembali ke pemerintahan Nagari. Pemerintah Kabupaten juga sudah menetapkan Perda pembentukan "jorong" dan "nagari". Pada umumnya "desa" ditetapkan menjadi jorong, tetapi ada juga satu desa dimekarkan menjadi dua atau lebih jorong. Selanjutnya, beberapa jorong dibentuk menjadi satu atau lebih nagari, dan dlm satu "kecamatan" jumlah nagari bervariasi, berkisar antara 2 sd 4, tetapi ada juga yang hanya satu nagari (misal, Kec.Pancung dan Kec.Basa IV Balai Tapan, Kab.Pesisir Selatan).

Persoalannya, ketika pengajuan usulan jika mengikuti ketentuan PTO, maka yang muncul boleh jadi hanya usulan dari 1 atau 2 atau 4 nagari. Artinya alokasi dana PPK hanya "dikompetisikan" diantara 1, 2 atau 4 nagari.

Lokakarya ini akan merumuskan "model" penyesuaian realitas perubahan sistem pemerintahan dg ketentuan PPK. Antara lain dengan menggunakan "wilayah usulan" berbasis "jorong" atau "desa", dan memfungsikan "nagari" dalam proses pengam-bilan keputusan (mis. menilai kelayakan). Rumusan lokakarya akan dikonsultasikan dengan TK-PPK Nasional dan selanjutnya ditetapkan dg keputusan gubernur (!).

2. Tindak Lanjut Matching Grant .. Alokasi APBD utk pembiayaan BLM PPK di Prov Sumbar utk 16 kec, dengan jumlah biaya mencapai Rp.13 milyar. Ditambah 3 kec yg dibiayai APBD (2 kec di kab Solok dan 1 kec di kab Pasaman). Bupati Pasaman sudah mengirimkan ''surat kesiapan menyediakan matching grant'' pada APBD 2003.

3. Penyerahan Aset PPK .. Prasarana ataupun dana bergulir saat ini "menjadi aset desa" mendapat sorotan peserta sosialisasi. Isu dan pokok pertanyaan al.: (i) apakah aset tsb dpt dialihkan atau diserahkan menjadi "aset Nagari ?, (ii) Apakah Pemkab dapat ambil bagian untuk melakukan pemeliharaan ataupun pengembangan lebih lanjut ?

4. Biaya transfer DOK.. Dilaporkan KM bhw BNI cabang di Kab.Pasaman membebankan biaya setiap transfer Rp.25.000,- Sesuai dengan informasi yg dipahami, biaya tsb dibebankan pada proyek. Perlu penegasan kepada BNI agar diseminasikan ulang kepada BNI Cabang untuk melaksanakan ketetapan Pimpro dengan konsisten.

5. Pemberdayaan Nagari .. Sebagaimana diatur dlm UU 22/99, maupun khususnya Perda No.9/2000 setiap Nagari terdiri dari : Wali Nagari (fungsi eksekutif), Badan Perwakilan Anak Nagari (fungsi legislatif), dan Badan Musyawarah Adat dan Syara ( pertimbangan). Peserta lokakarya berharap agar PPK memberi kesempatan pembelajaran maupun "pemberdayaan Nagari" beserta perangkatnya.

Rekomendasi
Berdasarkan temuan dan isu yg menjadi perhatian pd sosialisasi dan lokakarya, ataupun keluhan langsung dr konsultan maupun TK-PPK setempat, terutama:

1. Pemantauan, Bimbingan dan Evaluasi thd implementasi penyesuaian dg sistem Nagari. RMU ditugaskan utk memantau dan membimbing serta melakukan evaluasi efektifitas implementasi tsb, hambatan dan pemahaman pelaku utama di lapangan, sebelum dikembangkannya ''petunjuk pelaksanaan teknis yg spesifik''.

2. Perlu segera didorong agar TK-PPK Prov. Sumbar bersama TK-PPK Kab terkait utk memfasilitasi : (i) penetapan proses dan tatacara pencairan dana dr Kas Daerah agar sejalan dg proses pencairan PPK (SE-DJA), (ii) penegasan agar PjOK tetap berperan sbg "pemimpin proyek" shg masyarakat atau warga desa maupun FK tdk bingung dg peraturan yg berbeda. RMU dan KMditugaskan utk melakukan pendekatan dan memfasilitasi penyiapan ''surat edaran'' Bupati ttg pencairan dan penyaluran dana matching grant.

3. Penegasan kepada perusahaan pengelola adm konsultan agar melaksanakan dgn konsisten petunjuk pembayaran gaji/tunj yg dikeluarkan Pimpro. Agar ''biaya lumpsum'' ( tunjangan tetap ) tdk dipotong lagi !! Karena perusahaan menerima pembayaran berdasarkan bukti pengiriman !!.

4. Pimpro dan/atau TK-PPK Pusat sgr memberikan konfirmasi/jawaban atas pengajuan tambahan Kec.Sasak, Kab.Pasaman utk lokasi matching grant. RMU sdg mempersiapkan penempatan FK ex-magang.