Wednesday, December 20, 2006

Dana Perlaya : Asuransi Pinjaman PPK

Dana Perlaya: Asuransi Pinjaman PPK


Selain untuk mengamankan kas UPK, ”Dana Perlaya” bertujuan meningkatkan solidaritas antaranggota kelompok.

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Rapat Forum Unit Pengelola Kegiatan (UPK) se-Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (Jabar) berjalan dinamis tatkala mendiskusikan “Dana Perlaya”, dana untuk melunasi sisa pinjaman UEP/ SPP bagi nasabah UPK yang meninggal dunia. Adu argumentasi antar pengurus dari 13 UPK pun tak terbendung. ”Setiap peserta mempunya mekanisme, alasan dan pertimbangan sendiri,” ujar Iyus, Ketua UPK Singaparna.

Gagasan awal Dana Perlaya timbul dari kenyataan banyaknya ahli waris yang tidak mau bertanggungjawab, tidak mau melunasi sisa pinjaman UEP/ SPP anggota keluarganya yang meninggal. Kondisi itu menambah beban UPK. Apalagi, tidak ada klausul atau dasar hukum yang mewajibkan ahli waris untuk melunasi pinjaman keluarganya yang meninggal dunia. Lalu, bagaimana Dana Perlaya dihimpun?

Pada saat pencairan pinjaman, sebagian besar UPK menawarkan program ini kepada peminjam UEP/ SPP. Tapi, ada beberapa UPK yang menjadikan program ini sebagai keharusan. Besar Dana Perlaya yang diminta rata-rata sebesar 2% dari total pinjaman, mirip premi asuransi yang dibayar dimuka sekaligus. Sementara itu, kelompok wajib memiliki kesepakatan tanggung renteng.

Artinya, setiap anggota bertanggung jawab secara pribadi terhadap perjanjian/ perikatan kelompok. Bukan saja dana kematian, tetapi segala hal yang berkaitan dengan ekonomi anggota. Bila ada saalah satu anggota yang kesulitan, maka anggota lainnya harus turut menanggungnya. Hal ini sejalan dengan pasal 18 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Namun kenyataan di lapangan berbicara lain. Kemandirian kelompok masih jauh dari harapan. Tanggung renteng hanya tertuang dalam surat pernyataan tanpa makna yang dapat direalisasikan. Pada sisi lain, program Dana Perlaya lebih dimaknai sebagai kearifan lokal para pengurus UPK agar tidak membebani pihak lain (ahli waris), sekaligus dana bergulir PPK dapat terus berkembang.

Ketika ditanyakan siapakah yang mengelola dana perlaya tersebut? Para pengurus UPK menjawabnya dengan berbeda-beda. Singaparna, misalnya, menyerahkan pengelolaan dana ini kepada Perusahaan Asuransi Intan dengan perjanjian akan membayar pertanggungan kepada UPK sebesar alokasi pinjaman ditambah jasa 20%, bilamana peminjam meninggal dunia dalam masa cicilan pinjaman yang belum jatuh tempo.

Dengan cara itu, UPK hanya perlu menyerahkan daftar masing-masing peminjam, lengkap dengan alamat dan besarnya pinjaman, ditambah dengan premi sebesar 1% dari besarnya pinjaman yang diberikan UPK. Bila seorang nasabah meminjam Rp300 ribu, maka dia dikenakan biaya asuransi sebesar 1% x Rp300.000 = Rp3.000. Dengan perjanjian bila pihak nasabah meninggal dunia dalam jangka waktu kreditnya, maka UPK akan menerima pertanggungan sebesar Rp360 ribu (pokok pinjaman plus 20% jasa), yang akan digunakan untuk melunasi sisa pinjaman ke UPK dan santunan kepada ahli waris. Wah, hebat ya...! Semoga berhasil.

Oleh: Nunu Sanusi - Pendamping UPK Jabar

PPK : Jalan Terbuka, Warga Bahagia

Jalan Terbuka, Warga Bahagia

Perubahan yang terjadi berkat pembangunan jalan rabat beton, sungguh sangat berharga bagi masyarakat. Jalan terbuka, warga pun bahagia.

Desa Batu Pahat relatif dekat dari ibukota Kecamatan Nanga Taman. Namun selama ini masyarakat tidak pernah mengetahui kapan Pemda bisa memperbaiki jalan ke desa mereka. Pada saat hujan turun, jalan tersebut sulit dilalui, karena tanahnya menjadi licin dan bahkan di beberapa tempat berubah menjadi kubangan lumpur yang dalam.

Kini, kondisi jalan itu sangat jauh berbeda. Tidak ada lagi becek apalagi kubangan lumpur. Keinginan warga Batu Pahat agar jalan di lingkungan mereka di beton, terkabul melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Masyarakat sangat bahagia dan benar-benar menikmatinya.

Kebahagian itu kemudian menghasilkan terobosan yang sangat berguna di desa itu. Salah satunya adalah kesepakatan warga desa yang bekerja sebagai tenaga pekerja pembuatan rabat beton, yang sukarela mengumpulkan sebagian upahnya untuk disimpan di kas Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Selesai pengerjaan jalan rabat beton, dana yang dikumpulkan disepakati akan digunakan untuk merehabilitasi rumah ibadah dan memperbaiki alat-alat musik (band) yang rusak.

Tak hanya itu, dana yang terkumpul ternyata juga cukup untuk mendanai jalan rabat beton di dusun lain, yang panjangnya kurang lebih 700 meter, lebar 1,2 meter dan tebal 6 cm. Warga sepakat untuk melakukannya secara gotong royong, mulai dari mengambil pasir dan kerikil di sungai, sampai pengecoran jalan. Alhasil, sangat menakjubkan. Jalan beton kreasi warga Batu Pahat pun diresmikan oleh Kapolsek setempat, medio Februari 2005.

Di hari yang sama, di Desa Lembah Beringin juga dilakukan peresmian jalan rabat beton oleh Pelaksana Tugas Camat Nanga Mahap. Jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan beberapa desa, yakni Desa Nanga Mahap, Teluk Kerbau, Landau Apin dan Desa Tembaga serta beberapa dusun lainnya. Jadi, dengan selesainya kedua jalan rabat beton ini, terbentang sudah jalan baru sepanjang 8.204 meter.

Berkat rehabilitasi jalan yang dikerjakan warga dan PPK itu, jumlah siswa yang kost di ibukota kecamatan pun berkurang. Sekarang, mereka berangkat ke sekolah langsung dari rumah masing-masing. Bahkan ada yang menggunakan sepeda ke sekolah. Para petani karet yang dulu harus berlama-lama menunggu angkutan yang datang ke desa, kini dapat mengirimnya langsung ke ibukota kecamatan. Pusat kecamatan yang dulunya harus ditempuh dalam 1,5 jam dari ujung desa, kini cukup 15 menit dengan sepeda motor.

Oleh: Heru Prasetio –FK Nanga Taman, Kab. Sekadau, Kalbar.

Kelompok SPP "Al-Hidayah" : Ibadah dan Ikhtiar

Kelompok SPP ‘Al-Hidayah’: Ibadah dan Ikhtiar


Sekitar bulan Januari 1985 beberapa kaum ibu di Desa Rambah, Kecamatan Rambah samo, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, sepakat membentuk kelompok Wirid Yassinan. Hal ini didasari karena belum adanya organisasi sosial masyarakat yang mengurusi orang meninggal misalnya ataupun ketika ada warga yang sakit.
Wirid Yassinan ini awalnya beranggotakan 7 orang, kian hari bertambah menjadi 150 orang, namun yang aktif hanya 85 orang. Wirid Yasinan ini diberi nama ‘Al-Hidayah’.

Berbagai aktivitas sosial dilakukan oleh kelompok ‘Al-Hidayah’, antara lain kegiatan Posyandu, pengarahan dari dokter puskesmas, bidan ataupun pihak kecamatan serta pengajian. Selain itu, kelompok juga melakukan kegiatan simpan pinjam, dimana setiap anggota diharapkan ikut dalam kegiatan ini. Dalam wirid pengajian yang dilakukan seminggu sekali tersebut dibicarakanlah berbagai hal mengenai kesejahteraan anggota, jumlah tabungan dan rencana kegiatan bulan berikutnya. Kegiatan simpan pinjam, telah dimulai di awal tahun 2001 lalu. Masing-masing anggota diwajibkan ‘menyimpan’ Rp.2ribu perminggu. Jika mencapai jumlah Rp. 100ribu perorang maka iuran dihentikan. Sekarang simpanan tersebut berjumlah lebih Rp.8juta. Simpanan ini boleh dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan dengan bunga relatif kecil. Sementara itu beberapa anggota kelompok juga melakukan arisan, namun kegiatan ini hanya bagi anggota yang berminat saja. Di luar itu setiap minggu anggota diwajibkan menyumbang Rp.1000,- untuk dana sosial jika ada anggota yang sakit ataupun kematian.

Pada tahun 2004, kelompok ini memperoleh pinjaman dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) fase 2. Hingga saat ini, ‘Al-Hidayah’ telah memperoleh tiga kali pendanaan dari PPK sebesar Rp.15juta. “Dengan adanya pinjaman PPK memudahkan masyarakat untuk memperoleh pinjaman melalui kelompok, bunganya pun kecil dan tidak memberatkan masyarakat”, ungkap Hj.Rosmiah ketua kelompok Al-Hidayah. “Semula hanya sebagian kecil anggota yang dapat meminjam karena dana kami yang terbatas. Alhamdulillah dengan bantuan pinjaman dari PPK bisa menambah jumlah anggota yang dapat meminjam. Sebelumnya mereka meminjam pada rentenir dengan bunga yang tinggi”, tambah Onih bendahara wirid yassinan Al-Hidayah.

Pada bulan Maret 2006, modal kelompok yang berawal dari pinjaman PPK telah berjumlah lebih Rp.3juta. Jika digabungkan dengan simpanan anggota, kas kelompok berjumlah lebih dari Rp.11juta. Namun dalam pencatatan, pengurus kelompok yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara memisahkan antara pembukuan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) dari pinjaman PPK dengan pembukuan simpanan anggota.


Dalam menjalankan aktifitas simpan pinjam, kelompok merumuskan aturan-aturan yang disepakati melalui musyawarah anggota, termasuk menentukan giliran anggota peminjam. Umumnya uang pinjaman ini selain digunakan untuk keperluan mendesak rumahtangga seperti kebutuhan sekolah anak, juga digunakan untuk menambah modal usaha seperti jualan sembako, makanan, jualan sayur keliling dan usaha jahit pakaian.


Salah seorang anggota kelompok Suryawati dengan usaha jahit pakaian wanita yang punya 1 mesin jahit menuturkan, “Dulu saya pinjam uang Rp. 400 ribu untuk beli bahan pakaian dan benang, Alhamdulillah usaha saya lancar dan sekarang saya sudah memiliki 2 mesin jahit”. Banyak lagi manfaat yang dirasakan anggota. Ibu Warsiah misalnya, penjual sayur keliling. Berkat pinjaman dari kelompok ia bisa menambah variasi dagangannya. Semula ia hanya membawa berbagai sayuran, sekarang ia menambahnya dengan sedikit ikan kering, tempe dan tahu.

Sumber: Pelaku PPK Kec.Rambah Samo, Kab.Rokan Hulu,Riau